Friday, February 25, 2011

The Boxer / Bokusā (Shuji Terayama, 1977)

Saya pertama kali mengenal Shuji Terayama lewat karya fenomenalnya, Throw Away Your Book, Rally in the Streets. Lewat karyanya itu, saya dibuat kagum dengan permainan visual dan narasi yang luar biasa indah sekaligus unik. Gayanya yang cenderung playful dan eksperimental inilah yang kemudian membuat saya tertarik untuk mengenal lebih jaul tentang salah satu legenda Jepang ini. Ditengah kegemarannya “bermain-main” dalam dunia teater, literatur, fotografi dan film, tidak banyak yang mengetahui Shuji Terayama adalah seorang penggemar berat olahraga tinju. Kegemarannya inilah yang kemudian dituangkan olehnya lewat satu-satunya film mainstream yang pernah dibuatnya, The Boxer.

Layaknya sebuah kisah klise tentang perjuangan seseorang from zero to hero, film ini menceritakan tentang seorang mantan petinju, Hayato (Bunta Sugawara) dan hubungannya dengan anak didiknya, Tenma (Kentaro Shimizu) dalam perjalanannya meraih kesuksesan. Hubungan antara Tenma dan Hayato terbilang unik, Tenma yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang bangunan, suatu hari dikejutkan dengan berita bahwa gadis yang dicintainya memutuskan untuk menikahi rekan sekerjanya, yang juga merupakan adik dari Hayato. Ditengah kegalauannya itu, Tenma tanpa sengaja membunuh teman kerjanya itu. Hayato, dipenuhi dengan rasa amarah dan ingin balas dendam, mendatangi sasana tempat Tenma berlatih, dan menantangnya berkelahi. Tenma hanya diam saja, dan bersumpah bahwa kejadian itu hanyalah sebuah kecelakaan.

Beberapa hari kemudian, Tenma menjalani pertarungan penting melawan seorang petinju amatir. Dikarenakan kondisi fisik kakinya yang memiliki kelainan, Tenma kalah telak dan babak belur. Hal tersebut diperparah dengan keputusan pemilik sasana untuk mengeluarkan Tenma. Karena putus asa, Tenma lalu mengambil langkah "gila" dan mendatangi Hayato untuk meminta mantan petinju itu untuk melatihnya. Hayato geram, namun setelah berpikir panjang ia pun memutuskan untuk melatih Tenma.

Dibandingkan dengan film-filmnya yang lain, The Boxer memang jauh dari kesan surreal dan eksperimental. Lewat gaya penceritaan ala Hollywood, Shuji Terayama membawa kita dalam dunia adu jotos yang dingin dan kejam tersebut. Namun jangan membayangkan film ini seperti Raging Bull atau Million Dollar Baby. Saya lebih suka membandingkan The Boxer setipe dengan film hiburan semacam Rocky atau Karate Kid, tentu saja dengan sedikit bumbu racikan visual khas Terayama. Walaupun dalam beberapa adegan, Terayama menyisipkan isu - isu sosial yang berhubungan dengan dunia tinju, namun pada dasarnya jalan cerita dalam film ini cukup linear, bahkan cenderung terlalu sederhana. Saya sebenarnya mengharapkan ada porsi lebih tentang isu kematian adik Hayato, namun ternyata isu tersebut menguap ditengah cerita. Akibatnya, yang tersisa dari cerita utama film ini hanyalah proses perjuangan dan latihan Tenma dan Hayato menuju pertarungan utamanya saja, dengan konflik - konflik disekitarnya yang sebenarnya menarik, namun tidak cukup kuat untuk mengangkat kisah film ini.

Sebenarnya cerita "pecundang berubah menjadi pahlawan" ini akan lebih menarik jika saja The Boxer memiliki karakter - karakter utama yang likeable.Namun, Shuji Terayama nampaknya lebih tertarik untuk menggambarkan karakter yang lebih "nyata" ketimbang menjual mimpi, walaupun pada dasarnya film ini sebenarnya melakukan hal tersebut. Karakter - karakter dalam The Boxer sebagian besar didominasi oleh karakter pecundang yang rasanya sulit untuk diberikan simpati, hal ini jugalah yang membuat saya tidak begitu peduli dengan nasib mereka. Jika dari segi ceritanya tidak ada yang istimewa, maka bisa dibilang film ini terselamatkan berkat gaya visual Shuji Terayama yang indah dan memanjakan mata, dengan sesekali menggunakan visual hitam putih dan filter warna seperti orange dan ungu. Secara khusus, Terayama bahkan memberikan ruang untuk menampilkan ciri khas surreal-nya lewat kehadiran sebuah bar lengkap dengan para pelanggannya yang berkostum "tidak biasa". Adegan - adegan dalam bar itu tak lupa divisualisasikan dengan filter "pelangi" yang juga sering muncul di berbagai filmnya. 

The Boxer terkesan kehilangan arah dan terkesan terburu-buru, terutama ketika menjelang klimaksnya. Hal ini sangatlah disayangkan karena film ini sebenarnya memiliki potensi yang cukup kuat untuk menjadi film yang menarik. Pada akhirnya, The Boxer mungkin bukanlah karya terbaik milik Shuji Terayama. Namun, bagi mereka yang ingin mencicipi terlebih dahulu dan penasaran dengan salah satu legenda dunia seni di Jepang ini, The Boxer mungkin bisa dijadikan salah satu pilihan, sebelum mengarungi lebih dalam dunia Shuji Terayama yang jauh lebih menarik dan istimewa. 

1 comment:

  1. Sands Casino: $2 Billion in Online Gaming Market To Launch
    LAS VEGAS 샌즈카지노 (KLAS) – Sands Corp. has announced the 바카라 launch of an online worrione casino in the United States. The casino, which opened on Monday

    ReplyDelete