Bagaimana kalau sebuah gelas plastik berisi carian merah 2000 Maniacs dicampurkan dengan 3 sendok makan Goodfellas (atau film mafia sejenis), diaduk dengan rata lalu taburkan Hans Beckert diatas untuk menutupi seluruh permukaannya ? Begitulah kira-kira gambaran sederhana tentang Lynch Mob, sebuah film horror/gore yang berbudget rendah ini.
Dibuka dengan serentetan adegan tentang sejarah kota Lynchburg yang mengerikan, dimana penduduk kota membantai seluruh budak-budak kulit hitam karena menolak patuh pada perintah untuk membebaskan mereka semua. Salah satu dukun ilmu hitam yang hendak dibantai, lalu memberikan kutukan kepada seluruh penduduk kota kecil tersebut. Mereka semua hanya bisa memakan daging manusia, dan tidak akan pernah bisa meninggalkan kota.
Fokus film kemudian berubah menuju Weasel (Michael H. Cole), seorang mafia spesialis bidang interogasi, yang dikenal sebagai seorang psikopat. Saking gilanya, ia kemudian diusir keluar oleh mafia lainnya. Ditengah rasa kesalnya itu, ia lalu menghabiskan waktunya untuk memburu hal yang paling ia cintai, gadis kecil. Malangnya, lewat sebuah adegan yang cukup bodoh, ia kemudian tertangkap dan terancam untuk dikurung dalam jangka waktu yang sangat panjang. Weasel tak kehabisan akal, ia lalu mencoba bernegosiasi dengan para polisi, dan bersedia menjadi saksi untuk menguak jaringan keluarga mafia yang menendangnya terdahulu. Pihak kepolisian setuju, namun dengan syarat, ia akan diasingkan di sebuah kota dimana tidak ada anak kecil sama sekali. Kota tersebut adalah Lynchburg. Di kota itu, hidup Weasel tak hanya terancam oleh kehadiran para kanibal yang siap memangsanya, tapi juga para anggota mafia terdahulu yang menginginkan kepalanya.
Ditengah kerumunan arus film horor picisan yang terus bermunculan setiap tahunnya, selalu ada segelintir permata tersembunyi yang setidaknya bisa mengundang senyum kagum dari para penontonnya. Lynch Mob hampir menjadi permata tersebut. Salah satu feature terbaik yang ditawarkan oleh Lynch Mob adalah alur cerita yang segar dan tidak lazim, pertempuran antara mafia dengan sekelompok penduduk kanibal, dengan bumbu black comedy yang kental. Karakter-karakternya pun menyenangkan, dari Weasel, sebuah fotokopi murahan dari karakter Hans Beckert yang dulu dibintangi oleh Peter Lorre dalam M, sampai Tammy, wanita kanibal gila seks, yang tidak segan tampil polos untuk memancing para calon buruannya. Skenario yang ditulis oleh Stamper bersaudara, Rachel dan Scott, sebenarnya cukup menarik, namun beberapa adegan yang tidak perlu membuat film ini terasa terlalu panjang dan menyeret. Ditambah lagi penampilan yang tidak stabil dari para pemainnya dan special effect yang seadanya.
Poin-poin diatas memang merupakan kesalahan lazim yang biasa terjadi pada film horor indie berbudget rendah, setidaknya, lewat Lynch Mob, talenta - talenta baru ini bisa menunjukkan kemampuan mereka yang potensial. Jika anda bisa menghiraukan segala kekurangannya, Lynch Mob bisa menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang mudah terhibur dengan kucuran darah segar dan dialog - dialog cheesy yang tersebar luas dalam 98 menit itu.
No comments:
Post a Comment